Cari Blog Ini

Rabu, 12 Oktober 2011

Antisipasi, Mitigasi, dan Siaga Bencana Kekeringan

*Just share rangkaian kata dalam buku saya yang berjudul “Seri Mengenal Bencana ALam: Kekeringan” (Tahun terbit: 2010, vi + 74 Halaman, Full Colour, ISBN 978–979–041–676–5).




Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Posisi geografis dan geodinamik Indonesia telah menempatkan tanah air kita sebagai salah satu wilayah yang rawan bencana alam. Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis, geologis, iklim, maupun faktor-faktor lain seperti keragaman sosial, budaya, dan politik.
Kekeringan merupakan salah satu bencana hidrometeorologis yang silih berganti terjadi di Indonesia. Kekeringan tidak dapat dielakkan dan secara perlahan berlangsung lama hingga musim hujan tiba. Secara umum, pengertian kekeringan adalah kondisi ketersediaan air yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan, baik untuk untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lingkungan. Kekeringan terbagi dalam dua kategori, yaitu kategori terkena kekeringan dan kategori terancam kekeringan.
Adapun gejala atau tanda-tanda akan terjadi kekeringan pada suatu wilayah di antaranya adalah sebagai berikut.
Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim.
Kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan ketinggian muka air sungai, waduk, danau, dan ketinggian muka air tanah.
Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu. Akibatnya, tanaman menjadi rusak dan mengering.

Kekeringan cenderung muncul di daerah-daerah kering dengan curah hujan yang terbatas. Faktor-faktor fisik seperti penyimpanan kelembapan tanah dan waktu datangnya hujan mempengaruhi tingkat kerugian tanaman pangan dalam bencana kekeringan. Ketergantungan pada pertanian tadah hujan meningkatkan kerentanan kekeringan. Para petani yang tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi kekeringan dengan penanaman yang berulang-ulang akan dapat mengalami gagal panen. Penduduk yang tergantung pada ternak tanpa daerah gembalaan yang memadai juga berisiko. Masyarakat yang tergantung pada sumber daya air, mungkin akan menghadapi kompetisi untuk memperebutkan air.
Kekeringan mempengaruhi standar sosial, lingkungan, dan ekonomi dalam kehidupan. Pengaruh kekeringan menyebar jauh dan melampaui efek fisik. Akan tetapi, tidak semua dampak kekeringan negatif. Produsen pertanian yang berada di luar wilayah kekeringan dapat menjual komoditasnya dengan harga yang lebih tinggi.
Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia telah membuka mata kita bersama bahwa penanggulangan bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh masyarakat.
Antisipasi bencana kekeringan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi ancaman bencana kekeringan. Antisipasi bencana kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi, yaitu perencanaan jangka pendek dan panjang.

Perencanaan Jangka Pendek (Satu Tahun Musim Kering)
Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.
Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.
Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang mempunyai waduk.
Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
Penyuluhan dan sosialisasi kemungkinan terjadinya bencana kekeringan serta dampaknya.
Penyiapan cadangan pangan.
Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak bencana kekeringan.
Persiapan tindak darurat, meliputi:
pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air;
penyediaan air minum dengan mobil tangki;
penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan;
penyediaan pompa air.

Perencanaan Jangka Panjang

Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di hulu.
Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, dan embung).
Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai.
Penggunaan air secara hemat.
Penciptaan alat sanitasi hemat air.
Pembangunan prasarana daur ulang air.
Penertiban pengguna air yang tidak taat aturan dan tanpa izin.

Mitigasi atau pengurangan bencana kekeringan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam risiko bencana kekeringan. Kegiatan mitigasi meliputi upaya nonfisik, fisik darurat, dan fisik jangka panjang.
Upaya Nonfisik
Upaya nonfisik merupakan upaya yang bersifat pengaturan, pembinaan, dan pengawasan, di antaranya sebagai berikut.
Menyusun neraca air regional secara cermat.
Menentukan urutan prioritas alokasi air.
Menentukan pola tanam dengan mempertimbangkan ketersediaan air.
Menyiapkan pola operasi sarana pengairan.
Memasyarakatkan gerakan hemat air dan dampak kekeringan.
Menyiapkan cadangan atau stok pangan.
Menyiapkan lapangan kerja sementara.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan upaya penanganan kekeringan.

Upaya Fisik Darurat
Upaya penanganan kekeringan yang bersifat fisik darurat atau sementara, di antaranya sebagai berikut.
Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan yang mempunyai waduk atau reservoir sehingga air hujan yang terbentuk dapat ditampung.
Pembuatan sumur pantek untuk mendapatkan air.
Penyediaan pompa yang mudah dipindahkan di areal dekat sungai atau danau sehingga pompa tersebut dapat digunakan secara bergantian untuk memperoleh air.
Operasi penyediaan air minum dengan mobil tangki untuk memasok air pada daerah-daerah kering dan kritis.

Upaya Fisik Jangka Panjang
Upaya penanganan kekeringan yang bersifat jangka panjang, di antaranya sebagai berikut.
Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, dan saluran air.
Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

Siaga bencana kekeringan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pada saat bencana kekeringan.
Penanganan dampak bencana kekeringan perlu dilakukan upaya secara terpadu oleh sektor terkait, antara lain sebagai berikut.
Dampak Sosial
Penyelesaian konflik antarpengguna air.
Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan.

Dampak Ekonomi
Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air, dan penghentian perusakan hutan.
Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air dan daur ulang pemakaian air.
Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/hutan melalui diversifikasi usaha.
Meningkatkan pendapatan petani dan perdagangan hasil pertanian melalui perbaikan sistem pemasaran.
Mengatasi masalah transportasi air dengan menggunakan alternatif transportasi lain atau melakukan stok bahan pokok.

Dampak Keamanan
1. Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
2. Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.

Dampak Lingkungan
Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
Mengurangi beban limbah sebelum dibuang ke sumber air.
Meningkatkan daya dukung sumber air dalam menerima beban pencemaran dengan cara pemeliharaan debit sungai.
Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim kemarau.
Mempertahankan kualitas udara (debu dan asap) melalui pencegahan pencemaran udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kebakaran sehingga menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan dengan cara tanpa pembakaran.


Kawasan Industri MM2100, 16 September 2011

0 komentar:

Posting Komentar